link href='http://imageshack.us/photo/my-images/98/sdsao.jpg/' rel='SHORTCUT ICON'/> ♥♥: Juni 2010

Jumat, 25 Juni 2010

karma itu asti berlaku

jangan sakiti orang bila tk ingin d sakiti
jangan hiyanati orang bila tk ingin d hiyanati
jangan berbohong bila tk ingin d bohongi


cintailh orang bila ingin d cintai
hargailah orang bila ingin d hargai
hormatilah orang bila ingin hormati


ketika seseorang merasa sakit maka orang yg menyakiti akan merasakan hal yang sama bahkan
mungkin lebih menyakitkan lg................

entah sadar atau tidak karma itu kan salalu ada dalam hidup ini
jangan takut bila disakiti sese orang.....

selalu bersikap baik dan berfikir fositif meski cinta selau d balas
dengan dusta, kehiyanatan, dan kejahatan..........

karna karma itu ada,, tak perlu berusaha membalas karna dengan
sendirinya dia akan merasakan yang kita rasakan ........

jd lh orang yang ap ad x ......

katakan tak suka bila memang taksuka...........
katakan tak cinta bila memang tak cinta.......
katakan saja apa yang kaurasa.........
tak perlu mencari alasan .............
" meski semua itu menyakitkan "

dr pada munafik,, berkata iya didepan orangnya berkata tidak dibelakang nya,,
karna akan lebih menyakiti hatinya bila iya mengetahui nya

ingat KARMA ITU memeng ADA
karna dalam hidup kan selalu begitu......

Rabu, 23 Juni 2010

Siti Masyitoh

“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.
“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, mentriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.

“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”
Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.
Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.
Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.

Selasa, 22 Juni 2010

Partikel Sel

Penelitian menunjukkan bahwa satuan unit terkecil dari kehidupan adalah Sel. Kata "sel" itu sendiri dikemukakan oleh Robert Hooke yang berarti "kotak-kotak kosong", setelah ia mengamati sayatan gabus dengan mikroskop.

Selanjutnya disimpulkan bahwa sel terdiri dari kesatuan zat yang dinamakan Protoplasma. Istilah protoplasma pertama kali dipakai oleh Johannes Purkinje; menurut Johannes Purkinje protoplasma dibagi menjadi dua bagian yaitu Sitoplasma dan Nukleoplasma

Robert Brown mengemukakan bahwa Nukleus (inti sel) adalah bagian yang memegang peranan penting dalam sel,Rudolf Virchow mengemukakan sel itu berasal dari sel (Omnis Cellula E Cellula).

ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL

Secara anatomis sel dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Selaput Plasma (Membran Plasma atau Plasmalemma).
2. Sitoplasma dan Organel Sel.
3. Inti Sel (Nukleus).

1. Selaput Plasma (Plasmalemma)
Yaitu selaput atau membran sel yang terletak paling luar yang tersusun dari senyawa kimia Lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau Lipid dan senyawa Protein).
Lipoprotein ini tersusun atas 3 lapisan yang jika ditinjau dari luar ke dalam urutannya adalah:
Protein - Lipid - Protein Þ Trilaminer Layer

Lemak bersifat Hidrofebik (tidak larut dalam air) sedangkan protein bersifat Hidrofilik (larut dalam air); oleh karena itu selaput plasma bersifat Selektif Permeabel atau Semi Permeabel (teori dari Overton).

Selektif permeabel berarti hanya dapat memasukkan /di lewati molekul tertentu saja.

Fungsi dari selaput plasma ini adalah menyelenggarakan Transportasi zat dari sel yang satu ke sel yang lain.

Khusus pada sel tumbahan, selain mempunyai selaput plasma masih ada satu struktur lagi yang letaknya di luar selaput plasma yang disebut Dinding Sel (Cell Wall).

Dinding sel tersusun dari dua lapis senyawa Selulosa, di antara kedua lapisan selulosa tadi terdapat rongga yang dinamakan Lamel Tengah (Middle Lamel) yang dapat terisi oleh zat-zat penguat seperti Lignin, Chitine, Pektin, Suberine dan lain-lain

Selain itu pada dinding sel tumbuhan kadang-kadang terdapat celah yang disebut Noktah. Pada Noktah/Pit sering terdapat penjuluran Sitoplasma yang disebut Plasmodesma yang fungsinya hampir sama dengan fungsi saraf pada hewan.

2. Sitoplasma dan Organel Sel
Bagian yang cair dalam sel dinamakan Sitoplasma khusus untuk cairan yang berada dalam inti sel dinamakan Nukleoplasma), sedang bagian yang padat dan memiliki fungsi tertentu digunakan Organel Sel.

Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kirnia sel.

Organel sel adalah benda-benda solid yang terdapat di dalam sitoplasma dan bersifat hidup(menjalankan fungsi-fungsi kehidupan).

Gbr. a. Ultrastruktur Sel Hewan, b. Ultrastruktur Sel Tumbuhan

Organel Sel tersebut antara lain :

a. Retikulum Endoplasma (RE.)
Yaitu struktur berbentuk benang-benang yang bermuara di inti sel.
Dikenal dua jenis RE yaitu :
• RE. Granuler (Rough E.R)
• RE. Agranuler (Smooth E.R)

Fungsi R.E. adalah : sebagai alat transportasi zat-zat di dalam sel itu sendiri. Struktur R.E. hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

b. Ribosom (Ergastoplasma)
Struktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang R.E. dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan organel sel terkecil yang tersuspensi di dalam sel.

Fungsi dari ribosom adalah : tempat sintesis protein.
Struktur ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

c. Miitokondria (The Power House)
Struktur berbentuk seperti cerutu ini mempunyai dua lapis membran.
Lapisan dalamnya berlekuk-lekuk dan dinamakan Krista

Fungsi mitokondria adalah sebagai pusat respirasi seluler yang menghasilkan banyak ATP (energi) ; karena itu mitokondria diberi julukan "The Power House".

d. Lisosom
Fungsi dari organel ini adalah sebagai penghasil dan penyimpan enzim pencernaan seluler. Salah satu enzi nnya itu bernama Lisozym.

e. Badan Golgi (Apparatus Golgi = Diktiosom)
Organel ini dihubungkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa.

Organel ini banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal.

J. Sentrosom (Sentriol)
Struktur berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel (Mitosis maupun Meiosis). Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis.
Struktur ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.

g. Plastida
Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Dikenal tiga jenis plastida yaitu :
1. Lekoplas
(plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan),
terdiri dari:
• Amiloplas (untak menyimpan amilum) dan,
• Elaioplas (Lipidoplas) (untukmenyimpan lemak/minyak).
• Proteoplas (untuk menyimpan protein).

2. Kloroplas
yaitu plastida berwarna hijau. Plastida ini berfungsi menghasilkan
klorofil dan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis.

3. Kromoplas
yaitu plastida yang mengandung pigmen, misalnya :
• Karotin (kuning)
• Fikodanin (biru)
• Fikosantin (kuning)
• Fikoeritrin (merah)

h. Vakuola (RonggaSel)
Beberapa ahli tidak memasukkan vakuola sebagai organel sel. Benda ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Selaput pembatas antara vakuola dengan sitoplasma disebut Tonoplas

Vakuola berisi :
• garam-garam organik
• glikosida
• tanin (zat penyamak)
• minyak eteris (misalnya Jasmine pada melati, Roseine pada mawar
Zingiberine pada jahe)
• alkaloid (misalnya Kafein, Kinin, Nikotin, Likopersin dan lain-lain)
• enzim
• butir-butir pati

Pada boberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vaknola non kontraktil.

i. Mikrotubulus
Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan sebagai "rangka sel".
Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan Selain itu mikrotubulus berguna dalam pembentakan Sentriol, Flagela dan Silia.

j. Mikrofilamen
Seperti Mikrotubulus, tetapi lebih lembut. Terbentuk dari komponen utamanya yaitu protein aktin dan miosin (seperti pada otot). Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel.

k. Peroksisom (Badan Mikro)
Ukurannya sama seperti Lisosom. Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati).

3. Inti Sel (Nukleus)

Inti sel terdiri dari bagian-bagian yaitu :
• Selapue Inti (Karioteka)
• Nukleoplasma (Kariolimfa)
• Kromatin / Kromosom
• Nukleolus(anak inti).

Berdasarkan ada tidaknya selaput inti kita mengenal 2 penggolongan sel yaitu :

• Sel Prokariotik (sel yang tidak memiliki selaput inti), misalnya dijumpai
pada bakteri, ganggang biru.
• Sel Eukariotik (sel yang memiliki selaput inti).

Fungsi dari inti sel adalah : mengatur semua aktivitas (kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi ADN yang mengatur sintesis protein.



<>

Bio

1

2

3
Fis

1

2

3
Kim

1

2

3
Mat

1

2

3
tryout gratis!!


tips umptn

katanya sih sakit gigi lebih sakit dari pada nggak diterima di perguruan tinggi negeri

selanjutnya

Download Macromedia Shockwave

supaya bisa liat M

Rabu, 16 Juni 2010

Saleh Mengayuh Sampannya ke Seberang

Saleh tercenung sendirian di sampan yang mengapung di kapuas. Pikirannya tak menentu. Ada gelisah dan dendam yang berbaur dengan gelombang kecil dari motor air yang meluncur ke hilir. Sementara matahari semakin ke barat saja, sebentar lagi redup. Gertak mulai kelihatan sepi. Bocah-bocah kecil yang semenjak tadi bersenda gurau menunggu emaknya selesai mencuci, sudah pada naik ke darat. Yang tersisa cuma satu dua perawan yang sibuk menggosok badannya dengan sabun. Perawan-perawan ini sepertinya sengaja untuk turun mandi ketika hari beranjak gelap. Barangkali mereka malu kulit coklatnya yang mulus ditonton bujang-bujang yang hilir mudik menyusuri gertak.
Sayup-sayup adzan magrib merambat di permukaan. Saleh merebahkan dirinya. Dibiarkannya sampan tua warisan kakeknya terombang-ambing dimainkan gelombang setelah ia yakin benar telah menambatkan talinya di tepi.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari atas gertak.
"Ada orang mati di atas sampan!"
Beberapa orang yang mendengar langsung menghambur ke suara teriakan. Lelaki yang berteriak-teriak tersebut menunjuk-nunjuk ke arah sampan tempat Saleh terbaring. Orang-orang langsung mendekat. Tapi begitu mengetahui bahwa sampan itu Saleh, mereka langsung menghentikan buruannya.
"Alah, Saleh. Paling-paling cuma melamun." Wajah mereka kecewa.
"Ayo pulang. Kenapa pulak kita ngurus bujang satu itu. Mau mati apa mau hidup, kehendak hati dia lah. Lagi pulak kapuas tak rugi kehilangan bujang macam itu."
"Tapi kita tengok dulu. Kalau mati sungguhan macam mana?"
Seseorang melemparkan batu kecil ke samping sampan tak berkemudi itu. Menyipratkan airnya, sebagian mengenai tubuh Saleh. Lelaki itu terkejut. Kedua tangannya meraih dua sisi sampan, mencari tahu ada apa gerangan. Begitu mengetahui Saleh bergerak, tanpa dikomandoi serempak orang-orang merutuk.
"Uuu…!" Mereka bubar.
Kenapa mereka bubar, rasanya cukup beralasan. Barangkali orang yang berteriak tadi belum mengenal betul siapa Saleh. Saleh adalah bujang asli kapuas yang tidak tamat SMP. Pertama karena alasan ekonomi. Alasan kedua, karena Saleh memang anak yang malas lagi nakal. Sewaktu SD dia sudah kenal dengan arak dan bergaul dengan bujang-bujang yang kesehariannya mabuk, judi dan main perempuan. Satu-satunya keterampilan yang dimiliki Saleh adalah mengayuh sampan. Rasanya ini tak layak disebut keterampilan, sebab mengayuh sampan adalah sesuatu yang mutlak harus dikuasai anak-anak kapuas.
Pagi sampai sore hari Saleh, seperti yang dilakukan bujang-bujang lainnya, menjadi penjual jasa mengantar orang-orang ke seberang. Kebanyakan penumpangnya adalah para buruh pabrik kayu. Malam harinya Saleh ikut pak cik Abdul mukat , dan hasilnya dipakainya beli arak dan main judi. Kebiasaan itu dilakukannya bertahun-tahun. Ayah emaknya yang semakin hari semakin renta, tak hirau dengan tabiat anak lelakinya. Bukan tak hirau, tapi sebagai orang tua mereka tak punya kuasa, kalah dengan tradisi yang entah sudah berapa turunan ini. Kelas sosial masyarakat sungai tak bisa juga disalahkan. Yang jelas Saleh tumbuh sebagai anak kapuas seperti orang kebanyakan. Dan ia merasa bangga.
Ketika umur Saleh menginjak 20 tahun, nasib baik singgah padanya. Bang Deman, orang yang pertama kali mengajarkannya ngarak ketika masih kecil dulu, suatu hari menjadi penumpang sampan yang dikayuhnya. Tapi bang Deman yang ini bukan bang Deman yang dulu. Rambutnya sudah dipotong pendek, pakaiannya rapi, celana jeans, kemeja, sepatu kulit, kaca mata hitam dan topi rimba menghiasi kepalanya.
"Oi, kawan lama. Masih betah juga ngayuh sampan?" Ejek bang Deman. Yang diajak bicara cuma tersenyum sambil terus sibuk mengendalikan arus dengan kayuhnya.
"Cobalah kau ni naik ke darat. Lalu tengok orang-orang lalu-lalang pakai honda , tidak kepingin apa kau macam tu?"
"Penghasilan nambang ni tak seberapa, Bang. Macam Abang ni tak paham saja. Jangankan untuk beli honda, untuk makan saja perut ini kembang kempes."
Kedua orang itu tertawa keras. Sesampai di seberang, mereka membuat kesepakatan untuk minum di tempat biasanya selepas tengah malam nanti.
"Berapa aku harus bayar?"
"Abang ini nanya apa menghina? Jalan sajalah, macam baru kenal semalam saja."
"Tapi aku kan juga boleh sombong." Bang Deman tak melanjutkan ucapannya. Ia menarik dompet, mengeluarkan selembar dua puluh ribuan, kemudian meletakkannya di atas sampan lalu pergi meninggalkan Saleh.
Inilah awal perubahan nasib Saleh. Di warung pak cik Taher, dengan hidangan khas arak Kalimantan dan kacang kulit serta kepulan asap rokok, mereka melangsungkan nostalgia. Lengkap ditemani dua perempuan seksi. Tapi tampaknya arak yang diminum mereka batasi, sebab ada hal serius yang tengah dibicarakan. Dengan bangga bang Deman menceritakan pengalamannya bekerja di perbatasan. Bang Deman memang tak menceritakan di perusahaan mana ia bekerja, tapi mampu membuat Saleh percaya bahwa cukup mengawasi kayu-kayu yang dihanyutkan untuk kemudian diangkut ke negara tetangga, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sudah dapat menjadikan dia kaya. Tanpa berpikir panjang Saleh langsung menyepakati ajakan bang Deman bekerja di perbatasan, yang tentunya seluruh ongkos perjalanan dan makan ditanggung bang Deman.
Tiga hari setelah pertemuan malam itu, Saleh dan bang Deman berangkat. Meninggalkan kapuas, memasuki hutan rimba untuk menyatu dengan para penebang kayu. Perihal perbedaan kebudayaan (sungai dan hutan) yang berpengaruh dengan tingkah polah, Saleh tak pernah mempermasalahkan. Yang penting, bagi Saleh, mengantongi banyak uang dan bisa pulang dengan gagah.
"Apa rencanamu kalau sudah kaya nanti?" Tanya bang Deman.
"Kawin!"
***
"Saleh balik… Saleh balik…!" Beberapa bujang yang nongkrong di pinggir gertak melonjak girang. Kawannya ngarak yang ditelan hutan selama kurang lebih empat tahun sudah kembali. Tentu saja dengan penampilan 180 derajat berubah. Saleh pulang dengan sombong di dadanya.
Berita kepulangan Saleh cepat menyebar. Mereka kagum dengan hasil yang dibawa bujang pemabuk itu. Rumahnya pun sering dikunjungi para tetangga. Bertanya tentang pengalaman di hutan, apa pekerjaannya, berapa besar gaji yang didapat dan segala macam pertanyaan yang membuat Saleh kerepotan menjawabnya. Ada pula yang singgah cuma untuk beramai-ramai nonton VCD yang dibelinya di kota.
Begitulah, orang-orang yang semula acuh dengan Saleh dan keluarganya, berubah menjadi simpati. Tentu saja dengan maksud dan tujuan yang beraneka rupa. Meski ada pula yang iri dengan keberhasilan Saleh. Tapi Saleh tak pernah memperdulikannya.
Mengenai pekerjaannya, Saleh bercerita bahwa ia bekerja sebagai pengolah kayu di CV. Rimba Bakti. Kalau ada waktu senggang, Saleh dan bang Deman mencari tambahan di Kuching (Malaysia Timur). Meski kecil dalam hitungan ringgit tapi besar dalam hitungan rupiah. Semua itu diceritakannya dihampir semua orang yang ia jumpai. Keseharian Saleh setelah ia pulang kampung dihabiskannya dengan menghambur-hamburkan uang dan berkoar-koar. Cuma ke beberapa kawan akrabnya saja Saleh mengatakan (dan ini rahasia/jangan bilang siapa-siapa) bahwa sebenarnya yang dilakukannya bersama bang Deman adalah menyelundupkan kayu ke negara tetangga. Bahwa tidak sulit menyuap dan mengelabui petugas perbatasan untuk selanjutnya proses penyelundupan lancar-lancar saja. Hasilnya, kalian semua dapat membayangkan. Saleh menepuk dadanya.
Ketika ada yang bertanya kapan kembali beraksi. Saleh tak menjawab. Melainkan menggelengkan kepala. Sejenak ia terdiam. Matanya menerawang menembus kedalaman kapuas, lalu melanjutkan kisahnya. Bahwa kepulangannya ke sungai ini sebenarnya dalam rangka pelarian. Ia berhasil lolos dari kepungan tentara yang mengetahui penyelundupan ini. Rupanya ada yang berkhianat karena jatah yang diterimanya tidak adil. Akibatnya beberapa kawan, termasuk bang Deman saat ini mendekam di penjara. Tapi sekali lagi, pesan Saleh kepada kawan-kawan akrabnya, ini rahasia dan jangan bilang siapa-siapa.
Sebagai orang kaya di tengah masyarakat miskin memang menjadi sorotan. Dari hari kehari berita kesuksesan Saleh di perbatasan selalu menjadi tema utama disetiap perbincangan. Orang tua, muda, bujang, terutama para dara sebaya. Salah satunya Ijah, gadis yang dulu sering menumpang sampan Saleh dengan gratis karena kecantikannya, yang dulu pernah menolak ungkapan cinta sang pengayuh sampan, yang dulu pernah pula menampar wajah Saleh karena berkata-kata kurang sopan, sehingga akibatnya Saleh dipukuli anak buah mandor pabrik, sebab bang mandor adalah orang yang berpeluang untuk mendapatkan cinta Ijah dibanding para buruh, apalagi Saleh yang hanya seorang pengayuh sampan.
Tak perlu Saleh repot-repot mengejar-kejar, dara cantik itu akhirnya datang juga. Sementara Saleh bukanlah tipe bujang yang suka jual mahal begitu mengetahui Ijah mulai meliriknya, karena bagi orang kampung macam Saleh, cinta bukanlah hal yang rumit sehingga harus dijual mahal segala. Cuma perkara bagaimana hasrat tersalurkan dan kalau si dara cocok, bolehlah kiranya melanjutkan ke pelaminan. Hubungan antara bujang mantan penyelundup kayu dan dara buruh pabrik kayu pun terjalin.
Waktu merambat. Pertukaran pasang surut air kapuas tetap berjalan seperti biasanya. Pada musim kering matahari di atas katulistiwa garang membakar. Debu-debu pabrik berterbangan menimbulkan aroma khas bagi masyarakat pinggir kapuas. Para pencari ikan mulai resah, sebab air sungai telah berubah rasa menjadi lebih payau, tapi perkara musim bukanlah halangan bagi mereka. Banyak tanah kosong di darat yang bisa disulap menjadi ladang. Bukan hal sulit untuk membakar belukar sebab rerumputan telah berubah menjadi kuning. Beberapa yang masih enggan meninggalkan kapuas, sibuk memperbaiki pukat mereka yang rusak, dan pada malam hari sampan mereka kayuh menuju daerah hulu. Di hulu sungailah ikan-ikan bermigrasi. Perjalanan ke hulu sungai mereka tempuh, menembus dingin dan kabut asap bekas pembakaran lahan, setidaknya supaya mampu bertahan hidup hingga musim selanjutnya.
Untunglah di daerah ini musim kemarau tak berarti selama enam bulan hujan tidak turun. Sebab sebulan saja tidak turun hujan, berarti bencana kekeringan luar biasa. Air sungai yang payau akan berubah asin, ikan-ikan di hulu semakin jarang ditemukan, kebakaran di belukar terus merembet ke hutan rimba. Akibatnya rumah sakit penuh dengan pasien paru-paru, muntaber dan diare. Begitulah, sekali dua dalam sepekan hujan mesti turun dimusim kemarau. Meski hanya sebentar, sekadar menyiram jalan raya yang penuh debu, memadamkan api di belukar, juga menetralkan rasa air kapuas.
Pada musim hujan air sungai kembali menjadi tawar. Orang-orang di darat kembali ke sungai, meninggalkan ladangnya begitu saja yang dalam satu dua minggu rerumputan liar kembali bertumbuhan untuk satu bulan kemudian, mereka yang bukan penduduk asli takkan pernah mengira bahwa pada musim kering tanah tersebut mampu menghidupi banyak keluarga. Dimusim hujan wajah sungai sedikit redup. Siang terasa lebih singkat dari biasanya. Para pemabuk semakin gila saja. Mereka memakai kesempatan ini untuk mengkonsumsi arak lebih banyak lagi. Dan ini merupakan kebanggan tersendiri.
Hampir dua tahun hubungan asmara antara Saleh dan Ijah. Tapi selama hampir dua tahun ini hubungan tersebut tidak selancar apa yang diharapkan. Pada masa-masa awal, tak dapat dipungkiri bahwa Salehlah bujang yang paling bahagia sepanjang kapuas. Menuruti apa yang diminta dara pujaannya, mengurangi ngarak, mencoba untuk hidup lebih teratur, semua itu tak sulit bagi Saleh sebab harta yang dimilikinya mencukupi. Satu hal yang sedikit membuat Saleh jengkel dengan kekasihnya, setiap ia mencoba serius berbicara tentang perkawinan, selalu saja Ijah menghindari.
"Jangan terburu-buru dulu, Bang. Kita kan belum begitu mengenal hati masing-masing."
"Belum kenal macam mana?" Umpat Saleh. Lebih dari satu tahun memadu kasih baginya sudah cukup lama. Perkenalan macam apa lagi yang diharapkan Ijah? Saleh tak habis pikir. Tapi bujang itu tak sanggup berbuat banyak. Akhirnya ia menurut. Sambil berandai-andai, semoga apa yang dikatakan Ijah ada benarnya. Tapi sampai kapan pengandaian itu? Sementara uang yang dimiliki Saleh semakin hari semakin menipis.
Ijah tak pernah peduli. Hingga suatu hari, ketika harta hasil penyelundupan kayu habis sudah, barulah Ijah menuntut minta dilamar dengan mas kawin yang tidak wajar.
"Kalau dalam dua minggu ini Abang tidak mampu menyediakan mas kawin itu. Jangan salahkan Ijah kalau menerima lamaran mandor pabrik."
Sudah sangat jelas bahwa Saleh tak sanggup memenuhinya. Dapat dari mana uang untuk membeli segala permintaan Ijah dalam waktu dua minggu. Kembali ke perbatasan adalah hal yang tak mungkin dilakukan. Sebab sebenarnya saleh adalah seorang pemalas yang tak dapat berbuat apa-apa tanpa bang Deman. Pernah pula terbersit di kepala Saleh untuk mencuri kayu yang dihanyutkan di kapuas. Tapi urung dilaksanakannya mengingat resiko yang begitu besar. Bagaimana kalau anak buah mandor mengetahuinya. Bisa-bisa kepalanya hilang ditebas mandau bang mandor.
***
Malam telah sempurna. Arus kapuas benar-benar tenang. Satu-satu gerimis-gerimis kecil menombak sungai. Cuaca meninabobokan orang-orang. Cuma warung pak cik Taher yang kelihatan bernyawa. Cekikik perempuan lebur dalam aroma alkohol. Di seberang, suara mesin pabrik memahat sunyi. Sampan saleh masih terombang-ambing. Tapi kali ini ia tak lagi rebah. Besok adalah hari perkawinan Ijah dengan bang mandor. Diambilnya kayuh, lalu diluncurkannya sampan warisan itu ke arah seberang, menuju pabrik, tempat dimana mandor sedang tertidur pulas disalah satu kamar. Mungkin sedang bermimpi indah tentang malam pertama esok hari.
Saleh memang tak punya apa-apa lagi. Tidak juga harta maupun Ijah. Tapi sebagai anak yang lahir dan dibesarkan di air kapuas, ia masih punya harga diri yang tak pernah berhenti membara. Panas. Seperti matahari katulistiwa. Di tambatkannya sampan di gertak. Matanya tajam dengan mandau terhunus di genggaman.
"Kalau tidak kau, aku yang mati!" Desisnya di kegelapan.


Pontianak, 2004

Aku, Kau Dan Tembakan itu

Aku hanya bisa terdiam, ketika demonstrasi di depan sana terus memaksamu untuk berteriak-teriak. Aku hanya bisa berdoa semoga moncong senapan digenggaman orang-orang berseragam itu tidak membelai pipimu yang lembut. Kau terlalu cantik untuk menjadi seorang demonstran, manis. Jilbab putihmu akan kotor dan akhirnya kusam ditelan idiolegi-idiologimu yang belum tentu mendapat perhatian dari mereka, orang-orang yang duduk di gedung sana.

“Kawan-kawan… kita sebagai perempuan sudah selayaknya untuk tidak terus di bawah ketiaknya para lelaki yang selalu berbau masam itu!” Bagi mereka, kau adalah seorang Kartini, yang dengan gigihnya menuntut hak-hak kalian sebagai perempuan untuk diperlakukan secara adil. Tapi tidak bagiku. Engkau adalah seorang yang sangat aku cintai. Meskipun sampai saat ini aku hanya bisa membiarkan cintaku menggantung di balik mimpi dan harapan. Yang jelas aku tidak ingin kehilangan dirimu hanya gara-gara sebait ideologi.
Teriakan-teriakan dari belakang terus menggentarkan gedung rakyat di depan sana. Mereka terus maju. Tak peduli dengan kawat berduri yang sudah menunggu. Berhasil. Ribuan perempuan entah dari mana yang membanjiri tempat itu berhasil menumbangkan kawat berduri di depan mereka. Masih tetap berteriak dengan mantap, engkau maju sebagai orang terdepan dan sangat percaya diri. Kau lupa, manisku, di balik duri-duri yang telah berhasil kau porak-porandakan berdiri orang-orang yang telah siap menarik pelatuk mereka masing-masing.
Apakah ini hari terakhir untuk menikmati betapa manisnya wajahmu yang selalu tertutup jilbab putih itu? Aku tak pernah menantikan jawabannya. Biarlah semuanya mengalir. Aku cuma punya keyakinan, jika Tuhan bisa mempertemukan kita kembali, kenapa Dia tidak bisa mempersatukan kita?
Suatu hari, aku pernah mengenalmu. Bukan sebagai seorang anggota di organisasi perempuan, juga bukan sebagai Kartini yang terus menuntut hak-hakmu. Melainkan aku mengenalmu sebagai Erna, seorang wanita dengan jilbab yang melengkapi indahnya dirimu. Kalaupun akhirnya engkau menjadi seorang demonstran, itu hakmu dan aku tak pernah melarangnya. Namun ada catatan yang perlu engkau ketahui, bahwa aku sangat mencintaimu dan tak ingin kau terluka karena aktivitasmu.
Saat itu sore diselimuti dengan awan gelap, ketika engkau gelisah menunggu kedatangan seseorang untuk menjemputmu pulang.
"Menunggu siapa, mbak?" akhirnya aku mendekatimu dan melontarkan pertanyaan itu.
Engkau tak menjawab, melainkan melampirkan senyuman serta sedikit menggeser posisi dudukmu seakan mempersilahkanku untuk ikut-ikutan masuk dalam keresahanmu.
"Kok, ndak dijawab sih mbak?"
"Saya mau menjawab pertanyaanmu. Tapi sebelumnya tolong jangan panggil saya dengan sebutan Mbak." Begitu lembut dan sopan suara itu.
"Lalu saya harus memanggil apa?"
"Panggil saja saya Erna."
"Baiklah. Sedang menunggu siapa Erna?" Kuulangi pertanyaanku dibarengi dengan turunnya air hujan yang tiba-tiba menderas.
Perkenalan yang dingin. Namun aku sangat menikmatinya. Senyummu yang terlampir, selalu hadir ketika hujan datang. Juga dengan bahasamu yang sopan. Sama sekali aku tak pernah mengira bahwa engkau adalah seorang aktivis pada saat itu. Jujur saja, tak peduli siapa dirimu. Aku tertarik padamu dan dengan arogan aku berani untuk mencintaimu.
Suasana di halaman gedung milik wakil rakyat semakin memanas. Aparat keamanan semakin merapatkan pagar betisnya siap dengan tameng dan senjata di tangan. Namun kau sama sekali tidak gentar. Dengan kamera yang siap kubidikkan, aku terus mengamatimu. Tapi apa yang harus kujepret, sementara ketakutan-ketakutan terus menghantuiku.
Kau berdiri tepat di depan maut. Kedua tanganmu meraih kain merah yang sejak tadi melilit di kepalamu, untuk kemudian kau gantungkan di leher salah seorang dari mereka.
"Gila!" teriakan itu reflek keluar dari bibirku bersamaan dengan jari telunjuk yang menekan tombol blitz. Tepat terbidik. Kemudian aku memasrahkan semuanya kepada Tuhan.
***
"Sepertinya aku mencintaimu, Erna." Akhirnya aku berani mengutarakan itu setelah perkenalan yang dulu membuat kita semakin akrab.
"Ya," Jawabmu singkat yang lagi-lagi disertai dengan senyuman. "Mencintai dan dicintai adalah hak. Dan ketika engkau mengucapkan itu, tak satupun yang berhak untuk melarangnya."
"Lantas?"
"Lantas… silahkan engkau menikmati cintamu. Bukan sesuatu yang sulit kan?"
"Sama sekali tidak sulit. Namun ketika hak itu kuutarakan, otomatis aku memerlukan sebuah jawaban."
"Akhirnya akupun berhak untuk menghormati rasa cintamu tanpa harus membalasnya." Jawaban yang teramat indah, untuk kemudian sedikit mendatangkan penyesalan bagiku telah mengutarakan yang kau sebut ‘hak’ tersebut. Kebekuan tercipta. Tak ada yang terjadi setelah itu selain keempat mata kita yang saling beradu menafsirkan makna dari setiap kata yang telah kita ucapkan. Kebekuan itu tidak terlalu lama terjadi. Senyumanmu yang mencairkannya.
"Namun engkau tidak perlu untuk menarik hakmu. Biarkanlah cinta itu mengalir, toh itu adalah hak, seperti yang telah kukatakan tadi. Meskipun akhirnya engkau tidak mendapat balasannya. Setidaknya dengan cinta kau bisa menjalani hidup ini dengan ketulusan."
"Absurd."
"Kupikir tidak ada yang absurd," segera kau sanggah itu, "Hidup ini sudah sangat jelas dengan berbagai macam realitanya. Sama halnya dengan cinta yang tumbuh dalam nuranimu. Bagiku sangat realistis. Kalaupun itu menjadi absurd, kaulah yang membuatnya menjadi seperti itu. Bukan kehidupan atau cintamu yang absurd." Siapa dirimu sebenarnya manis. Semula aku berpikir engkau hanya serang wanita cantik yang taat beribadah dengan jilbab di kepalamu. Namun ternyata di balik jilbabmu itu aku menemukan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat diriku menjadi orang yang bodoh untuk terlalu cepat memaknai dirimu.
"Kenapa engkau terdiam? Bukankah sebelumnya engkau adalah orang yang sangat pintar menyusun kelakar, lalu kita sama-sama tertawa sebab kelakarmu."
Aku nyaris memaki diriku sendiri.
"Aku cuma tidak menyangka kalau engkau mengucapkan itu. Semula aku berpikir engkau bisa menerima semua ini atau minimal memikirkannya untuk beberapa saat. Ternyata hari ini engkau berhasil membuatku untuk tidak mengumandangkan kelakar yang biasa membawa kita sama-sama tertawa."
"Aku bisa memakluminya. Cinta, kata yang begitu sakral untuk diucapkan. Namun ketika engkau terpaksa harus mengucapkannya, kau sendiripun harus bisa mengambil resiko dari kesakralan itu. Nikmati saja cintamu dan tetaplah berdiri sebagai dirimu sendiri. Yang jelas untuk saat ini aku belum bisa membalasnya. Tetaplah sebagai orang yang mencintai."
Akupun harus puas dengan jawabanmu tersebut. Toh itu semua tidak membuat kita menjadi jauh. Engkau tetap Erna, gadis manis dengan senyum dan kata-kata yang santun. Dan aku tetap sebagai aku yang akan selalu berkelakar dengan diiringi harapan-harapan tentang cinta.
***
Aku sudah tidak mau lagi melihat keadaan yang semakin menakutkan tersebut. Suara teriakan-teriakan perempuan yang haus dengan keadilan, peringatan dari pihak aparat, ataupun berbagai macam kemungkinan. Semuanya kupasrahkan kepada Tuhan. Untuk seorang Erna, sampai hari ini aku masih konsisten terhadap diriku sendiri sebagai orang yang mencintai.
Ikat kepalamu yang akhirnya menentukan semua ini. Cinta itu akan selalu ada dan mengabadi dalam setiap denyut nadi ini. Tak perduli siapapun dirimu. Seorang gadis berjilbab dengan senyum yang selalu terlampir, ataupun seorang demonstran yang teguh dengan idealisme-idealismemu.
"Dor…!"

Jogjakarta, 2001

Ranjang

Inilah masa awalku untuk menjalani kehidupan dengan sesuatu yang baru, setelah hari-hari lajangku harus diakhiri dengan sebuah acara sakral yaitu pernikahan. Demikian pula halnya dengan Sukma. Istriku.
Malam yang sangat melelahkan, satu harian aku hanya menghabiskan waktu di kursi pelaminan didampingi istriku. Menyaksikan mereka menyantap hidangan dan setelah itu menyalami kami berdua sebelum akhirnya pulang disertai ucapan selamat. Namun di balik kelelahan itu, malam ini adalah malam yang paling menggembirakan bagiku dan hampir dipastikan Sukma pun merasakan hal demikian. Karena inilah malam ketika malaikat-malaikat yang bertebaran dimuka bumi merasa iri menyaksikan kami yang sebentar lagi akan melangsungkan ritual paling membahagiakan.
***
Tiga tahun aku dan Sukma berpacaran. Penuh suka duka layaknya orang lain bercinta. Aku masih ingat ketika pertama kali bertemu Sukma disebuah jalan raya. Ketika ia sedang istirahat di bawah pohon akasia setelah lelah berteriak bersama kawan-kawannya yang mahasiswa.
“Demo menuntut apa mbak?”
“Ranjang.” Jawabnya pelan tanpa memalingkan wajah.
“Lho?” Jelas aku heran. Tidak seperti biasanya. Kenapa ranjang? Bukan masalah politik, atau pelanggaran HAM, atau penembakan, atau perjudian, atau KKN, atau BBM, atau Amerika, atau sosial, atau ini, atau itu dan atau-atau yang lain. “Emangnya ada apa dengan ranjang mbak?” Lanjutku bertanya. Tapi tak dijawab olehnya, malah ia berdiri dan melangkah menyusul kawan-kawannya yang kembali bergerak menuju tempat orang-orang yang dipercaya oleh rakyat. Duduk-duduk, Pesta-pesta, Rapat-rapat.
Terus terang saja aku jadi tertarik. Pertama tentang masalah ranjang yang jadi tema sebuah demonstrasi. Kedua, ya kuakui dia seorang aktivis yang sangat cantik. Sayang dia memilih jalan untuk menjadi orang yang sibuk mengurusi sesuatu yang belum tentu juga mau memikirkannya, malah kemungkinan terbesar mereka dicuekin. Alangkah lebih baik seandainya dia menjadi pragawati, atau model sampul majalah remaja atau malah artis sinetron. Bahkan jadi bintang pornopun itu lebih menguntungkan baginya. Ah sudahlah. Secara diam-diam – karena ketertarikanku dengan dua hal tadi – aku pun mengikuti barisan itu, terlebih khusus mengikutinya. Seorang gadis yang menjadi aktivis.
Sesampainya di gedung tempat Duduk Pesta dan Rapat melulu itu, berbagai orasi kembali menggelegar. Aku terus mengamati. Dari kejauhan kulihat dia, gadis yang baru kukenal tanpa tau namanya berdiri di tempat yang agak tinggi dari ribuan demonstran.
“Kawan-kawan, negara kita telah hancur berantakan. Tahukah kawan-kawan apa penyebabnya?”
“Ranjaaaaang!” Teriak mereka serempak.
“Benar. Kemajuan zaman yang teramat pesat, membuat banyak bermunculan ranjang-ranjang dengan berbagai model. Yang membuat kita bisa lebih enak tidur dan bersenggama. Tapi di balik itu, ternyata dari ranjang-ranjang itu pulalah telah lahir manusia-manusia yang tak tahu aturan!” Tepuk tangan dan teriakan sepakat ribuan orang menggetarkan gedung di depan mereka.
“Maka kami menuntut Bapak-Bapak yang katanya mempunyai jiwa kerakyatan. Musnahkan seluruh ranjang di negara ini. Ganti semuanya dengan tikar pandan. Hingga ketika kalian bersetubuh dengan istri, ataupun pelacur di jalan raya, ataupun dengan anak sendiri, nikmatilah semua itu seperti rakyat, yang lahir dan menangis di tikar pandan!”
“Sepakat...!”
Ooo ternyata itu yang jadi permasalahannya. Jadi negara ini menderita hanya gara-gara ranjang. Dulu waktu ibu bapakku sepakat untuk membuatku, mereka becumbu dimana ya? Tak lama setelah itu...
“Dor... dor... dor...”
“Nah inilah bukti dari semua itu kawan-kawan!” Ternyata tembakan ke udara tak membuat mereka menghambur menyelamatkan diri, malah semakin bersemangat. “Tembakan yang barusan kita dengar itu berasal dari anak-anak yang lahir dari nafsu. Karena keempukan ranjang milik orang tuanya memang menawarkan semua itu!”
Dor... dor... dor...
***
Itulah awal aku bertemu Sukma, sampai akhirnya kami berkenalan lebih jauh, memadu cinta dan selanjutnya – malam ini – dia telah menjadi milikku seutuhnya lahir dan batin. Termasuk sepasang buah dadanya yang siap kulumat malam ini.
“Apakah kau siap sayangku?”
“Ya, aku siap suamiku,” Kemudian dia berdiri dan menanggalkan seluruh pakaian yang melekat diseluruh tubuhnya. Namun apa yang dilakukannya kemudian? Astaga. Istriku yang bukan lagi seorang mahasiswi yang dulu doyan demo, menggelar sebuah tikar pandan di lantai. Jelas ini sangat merugikanku. Tiga tahun aku menunggu saat-saat sepeti malam ini. Dimana aku bisa leluasa menikmati tubuhnya di atas sebuah springbed yang sangat indah dan empuk. Dan kini? Oh my God...
“Sayang, saat ini kau adalah istriku. Bukan aktivis di jalan raya yang berteriak-teriak menuntut ini dan itu.”
“Benar suamiku. Aku adalah sah istrimu. Tapi apakah aku harus mengkhianati idialismeku sendiri? Tidak. Ayolah manis, aku hanya takut jika kita lakukan ini di ranjang itu, nanti anak-anak kita yang lahir tak pernah mau memikirkan rakyat kecil. Hanya mau yang enak saja, manja dan mungkin menjadi salah satu tokoh yang membuat negara ini bertambah hancur.” Sukma menjelaskan panjang lebar. “Ayolah, mari kita buat malam ini menjadi sejarah terindah sepanjang hidup kita.”
Hah, akhirnya aku menuruti kata-katanya. Susah bergaul dengan orang intelek. Tapi biarlah, toh jika aku lanjutkan perdebatan, ini akan membuang waktu. Bahkan bisa jadi malam ini tidak digelar pertunjukan romatis, malah menjadi sebuah debat kusir yang tak pernah ada kesimpulannya. Seperti yang biasa terjadi di tv-tv swasta, antara mahasiswa dengan tokoh politik, atau tukang sayur di pasar dengan ahli-ahli ekonomi, atau entah model debat macam apa. Yang jelas aku hanya ingin menjadikan malam ini begitu indah. Walaupun mengalah, toh posisiku tetap di atas.
Demikianlah aku melewati malam-malamku bersama Sukma di atas sebuah tikar pandan. Kami hanya menggunakan ranjang bila tidur siang, atau berdongeng tentang perjuangan, atau berbual-bual sembari sesekali terdengar rayuan, dan akhirnya untuk yang satu itu kami kembali melakukannya di tikar kesayangan sang istri.
Terus kulalui kehidupan seperti itu. Seminggu berlalu, sebulan lewat, setahun tiba dan akhirnya anak pertama kami lahir. Tidak di rumah sakit, namun di rumah kami dengan pertolongan seorang dukun beranak dan lagi-lagi di atas sebuah tikar pandan. Seorang bayi laki-laki yang gagah. Matanya memancarkan sinar kesegaran dan keperkasaan.
“Siapa akan kita beri nama bayi ini, istriku?”
“Revolusianto!” Jawabnya tegas dan segera menutup mulutku ketika aku mencoba berkomentar. “Anak inilah yang akan membangun negeri yang sakit ini, suamiku.” Aku hanya menghela nafas panjang. Ternyata istriku masih memiliki sifat-sifat mahasiswanya. Kenapa aku mempunyai istri seorang aktivis? Namun ini bukan berarti penyesalan. Lagi pula semua maksud Sukma baik, meskipun menurutku dia terlalu berlebih-lebihan ketika memikirkan negara ini. Kita lihat saja nanti. Seperti apa nantinya anak-anak kami.
Kelahiran Revolusianto ternyata tidak merubah pendirian Sukma, tentang bagaimana kami beromantisme di malam hari. Mungkin di dunia ini, akulah satu-satunya suami yang tidur dengan istrinya di atas sebuah tikar pandan yang semakin hari semakin usang dan mulai didiami rayap. Padahal di sebelah tikar itu, di sebelah tempat kami saling tindih, terhampar sebuah springbed menawan buatan Italia. Oh dunia, kapan aku bisa menikmati tubuh istriku di ranjang itu. Tak ada jawaban. Kecuali gigitan rayap untuk yang ketiga kalinya ke punggungku ketika aku sedang asik bermesraan dengan sukma.
“Sialan.” Gerutuku.
“Ada apa sayang?”
“Ah, tidak ada apa-apa kok.” Memang tidak ada orang, kecuali Revolusianto yang sedang tidur nyenyak dan mungkin tengah bermimpi bahwa ia baru saja menjatuhkan seorang Presiden di negeri ini.
“Bukan orang tapi rayap. Sudah tiga kali dia mengigitku.” Aku berharap semoga pengaduanku bisa merubah pemikiran Sukma.
“Pindah yuk ke dekat Anto.” Ajakku. Setidaknya lebih baik dilihat buah hati kami dari pada rayap. Lagi pula biar Anto tahu bagaimana cara menggauli istri yang baik kelak.
Namun ternyata semuanya gagal. “Inilah yang dirasakan rakyat-rakyat itu suamiku. Tak pernah mereka merasakan kenikmatan yang murni.” Sukma beralasan. Tapi kali ini aku tidak bisa tinggal diam. Mari kita berdebat wahai manisku yang aktivis.
“Ok Sukma. Aku terima semua pemikiran intelekmu.” Kumulai perdebatan yang menghentikan persenggamaan kami yang pada waktu itu belum sampai puncak. “Tapi apa semua celotehmu dan kawan-kawanmu dulu pernah digubris oleh pejabat-pejabat di atas sana?!”
“Lho, kamu kok jadi egois begitu sih?”
“Jelas aku seperti ini, bertahun-tahun aku menunggu saat-saat indah bagaimana kita di atas ranjang. Namun hanya karena idealismemu yang tak jelas itu, mimpiku tak terwujudkan!”
“Tak jelas bagaimana maksudmu. Alasanku cukup logis, bahwa ranjang-ranjang itulah yang telah...”
“Cukup. Jangan kau teruskan itu. sudah ribuan kali aku mendengarnya. Kalau kau memang seorang intelektual tinggi, coba pikir! Apakah dengan semua ini negara kita bisa berubah?”
“Bisa. Minimal mereka bisa merasakan bagaimana rasanya hidup menjadi orang miskin.”
“Ah... bullshit dengan semua itu!” Aku setengah berteriak. Dan ternyata membuat Revolusianto bangun dan merengek. Otomatis gencatan senjata terjadi. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Kecuali merebahkan kembali tubuhku di tikar brengsek dan lagi-lagi rayap-rayap bangsat itu menggigiti tubuhku.
“Rakyat..., apa itu rakyat?”
***
Bertahun-tahun kujalani kehidupan yang semakin membuatku muak. Revolusianto tumbuh menjadi anak yang cerdas berkat didikan ibunya menyusul kelahiran adik-adiknya. Reformasiwati, Intelekmawan dan Merdekawati. Dan Sukma masih mempunyai sederetan nama-nama aneh lainnya jika kelak anak kami kembali lahir.
Sukma, tak inginkah kau punya anak dengan nama Mawar, Melati, atau Surya, Wulan, bahkan mungkin Siti, Abdullah, atau apalah. Tak ada yang menjawab, karena memang aku tidak pernah melontarkan pertanyaan itu kepada istriku. Mungkin aku malas berdebat, atau mungkin aku takut? Ya, mungkin saja aku takut padanya.
Tapi sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini terus. Sementara istriku terus berbicara tentang keadilan, tapi aku tak pernah mendapat keadilan itu. Keadilan sebagai suami tentang kebutuhan biologis yang wajar. Dari hari ke hari pikiranku terus dikerumuni dengan berbagai kegelisahan. Sampai kapan... sampai kapan... sampai kapan. Atau sampai matikah aku tidak bisa mewujudkan impianku? Tidak.
Hingga suatu malam, ketika anak-anak tengah berdiskusi tentang apa itu demokrasi kerakyatan di teras rumah. Dan Sukma sedang sibuk membaca surat kabar yang tidak sempat dibacanya tadi pagi. Aku nekat meracuni istriku. Ya, aku nekat. “Rakyat kok minum susu?” Bisikku pelan kepada segelas susu milik Sukma sebelum kumasukkan bubuk racun ke dalamnya. Matilah kau manisku. Dan benar, Sukmapun mati setelah meminum susunya.
Ayolah manis, bertahun-tahun ranjang itu menunggu kita. Tanpa panjang lebar berargumen (karena argumen panjang lebarpun hasilnya tetap itu-itu saja. Puas sepihak) langsung kurebahkan mayat istriku yang telah bugil. Dan kusetubuhi dia di atas sebuah springbed buatan Italia disusul tepuk tangan anak-anakku yang ternyata mengintip dari jendela yang lupa kututup.
“Hidup Ayah...”

Jogjakarta, 1999

Sepucuk surat Untuk Sampit

Salam Saudaraku. Bagaimana kabarmu sekarang ? Sudah lama aku tidak mendengarnya. Kondisimu sehatkah ? Apakah engkau masih perkasa ? Jujur aku sangat rindu padamu, ingin rasanya seperti dulu bermain dan bercanda bersama. Tolong beritakan keadaanmu. Mungkin lewat televisi, koran, internet atau pun apalah. Terserah. Kalau seandainya engkau tidak sempat membalas surat ini atau menelphoneku. Karena aku sangat merindukanmu.
Oya, kau dapat salam dari kawan kita Sambas dan Sanggau. Sudah dulu ya. Yang jelas kau harus balas suratku ini.
Saudaramu.
Pontianak


Surat itu datang pagi-pagi sekali. Ketika Sampit masih asik bermimpi tentang kedamaian. Ia tidak langsung membuka surat itu melainkan hanya melirik siapa yang mengirimnya. “O… dari Pontianak.” Gumamnya parau kemudian meletakkan kembali surat itu di atas meja dan bergegas pergi ke sungai karena gumpalan yang bersarang di pantatnya sudah tidak betah lagi dan memberontak ingin memerdekakan diri. Sampit pun menyetujui tuntutan gumpalan itu dan mengalokasikannya disebuah sungai di ujung jalan sana.
Selesai memenuhi tuntutan gumpalan-gumpalan tersebut Sampit kemudian kembali dan meraih surat dari Pontianak di atas meja. Sejenak dibacanya, kemudian ia manggut-manggut mengerti. “Kabarku baik-baik saja. Tapi kalau engkau mewajibkan untuk membalas surat ini, baiklah.”
Sampit bergegas masuk ke dalam kamarnya. Ia membongkar lemari kayu dan menemukan ikat kepala berwarna merah. Kemudian tangan satunya meraih bulu burung enggang yang menggantung di dinding kamar. Ia masih membongkar lemari kemudian ia temukan sebuah mangkok yang juga berwarna merah. Semua barang-barang itu dikumpulkannya di lantai, lantas ia duduk bersila setelah meraih senjata tajam seperti pedang berkepala burung yang dililit kain berwarna yang juga merah.
“Kirim balasan lewat mana ya ? Koran, televisi atau internet ? Atau kesemua-muanya ? Ya… Kesemuanya saja.” Pertanyaan itu dijawabnya sendiri. Ternyata ia berniat untuk membalas surat yang datang dari sahabat dekatnya.
Kain merah yang tadi diambilnya dari dalam lemari, diikatkan ke kepalanya beserta beberapa lembar bulu burung enggang yang berdiri gagah di belakang ubun-ubunnya. Ia menatap sebuah mangkok merah dihadapannya untuk kemudian merapalkan mantra. Secara tiba-tiba tubuhnya menjadi tegang dan gemetaran. Keringat mewabah, sementara mulutnya terus komat-kamit. Perlahan-lahan senjata yang tergeletak di samping mangkok merah tersebut berdiri. Masih gemetaran, Sampit kemudian berteriak nyaring sekali. Laksana petir. Bahkan lebih dahsyat. Menyambar-nyambar dengan garang. Tubuh Sampit terbakar. Ia terus berteriak seakan-akan tak peduli dengan tubuhnya yang terus terbakar.
“Pontianak, suratmu telah kubalas.” Ia membatin dalam hati dalam teriakan dan bara api yang menjilati tubuhnya.
Sampit ternyata tidak sedang bermain-main. Bermula dari kolom kecil di sebuah surat kabar. Yang keesokan harinya menjadi kolom yang lebih besar, terus membesar dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama kolom itu telah berubah menjadi berita utama. Berita tentang Sampit pun kemudian meluas ke saluran radio dan televisi. Seluruh chanel, dalam dan luar negri, memberitakan dirinya.
Tapi Sampit belum puas. Padahal saudara di sebelah baratnya, Pontianak, Sambas dan juga Sanggau kemungkinan telah mengetahui tentang keberadaan dirinya dan menganggap bahwa sampit masih perkasa. Sampit sangat belum puas. Teriakannya terus menggelegar dan dengan sedikit mantra senjata berkepala burung yang berdiri kemudian terbang mengelilingi sekitar tubuh Sampit. Menciptakan hawa panas. Teramat panas. Angin yang timbul dari putaran senjata itu mendatangkan bau busuk yang sangat menyengat. Seperti bau bangkai manusia yang tidak dikuburkan dan diawetkan.
Mangkok merah di hadapannya bergetar. Dari dalamnya muncrat darah yang masih segar. Melumuri tubuh sampit yang terbakar. Bara api dan darah itu membuat dirinya semakin menjadi merah. Darah itu terus mengalir menggenangi sungai dan hutan-hutan. Sebentar saja berita tentang keadaan Sampit telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Lewat majalah, televisi, internet, radio, koran bahkan negara yang tak pernah terdaftar dalam peta dunia pun ikut membicarakan Sampit. Sampit bertambah bangga dan sombong. Dalam sekejap sekujur tubuhnya telah terpampang potret kematian.
Seluruh orang yang pernah mengenalnya, menjadi resah. Termasuk Pontianak yang semula hanya menanyakan kabar karena dilanda kerinduan.
Telephone berdering dari Pontianak “Hei berhentilah. Jangan siksa dirimu sendiri ! Aku hanya ingin tau kondisimu. Bukan kesombongan yang membuatmu menjadi ganas seperti ini.” Namun semua itu tidak digubris oleh Sampit. Tubuhnya menjadi pemandangan yang mengerikan. Gumpalan asap menjulur, menombak matahari. Sementara masih terbakar dan berteriak sangar, di usus Sampit yang menyerupai jalan raya yang berkelok-kelok terhampar ribuan mayat tanpa kepala.
“Ke mana kepala-kepala itu ? Kenapa mereka yang telah menjadi bangkai tidak dikuburkan ?” Komentar bermunculan. Pemandangan di usus Sampit membuat banyak celoteh dari mereka yang menyaksikan dari layar kaca namun tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Pemerintah tidak tinggal diam. Dari berbagai pelosok daerah, didatangkan berbagai macam bantuan. Dari aparat keamanan, makanan, hingga angkutan untuk membawa sebagai dari mereka yang masih selamat dalam tubuh Sampit mengungsi ke tempat yang lebih aman.
“Bagaimanapun juga mereka harus segera diungsikan. Kalau masih ingin hidup.” Ujar pejabat pemerintahan yang hanya bisa berkomentar dari balik meja di kantornya.
“Wahai Pontianak, Sambas, Sanggau atau pun siapa yang lainnya. Inilah aku, yang juga bisa melakukan pembakaran terhadap diriku sendiri. Yang juga bisa memenggal kepala dan menjadikannya bola untuk anak-anak kecil yang hidup dalam perutku. Dengarlah seruan ini Saudaraku. Takkan ada lagi bakteri di tubuh ini dan kita akan selamanya menjadi orang-orang perkasa !” Teriakan Sampit menggelegar. Memecahkan gendang telinga. Merobek cakrawala. Sementara saudara-saudaranya hanya bisa mengurut dada. Mereka merasa pernah berbuat serupa dengan apa yang dilakukan Sampit. Mereka dulu juga pernah menjadi kaum-kaum sombong yang berhasil membantai habis seluruh bakteri di tubuhnya. Mereka menjadi disegani di mata dunia karena keperkasaannya. Namun setelah semua itu berakhir. Setelah kejadian yang selalu diakhiri dengan kematian dan pembungihangusan itu, mereka juga merasakan kesakitan.
“Semua yang kau lakukan itu hanya sia-sia, Saudaraku !” Teriak Sambas dari kejauhan. Namun tak didengar oleh Sampit yang terus membabi buta memamerkan kesaktiannya. Membakar tubuhnya sendiri, mejadikan aliran Mentaya berwarna merah dan mengoleksi kepala-kepala yang berhasil ditebasnya.
“Kau lihatlah sekarang tubuhku ini,” Sambas tak menyerah untuk memperingati sahabatnya. “Aku sekarang menjadi orang yang cacat. Kakiku lumpuh. Otakku tak bisa bekerja dengan tenang sehingga berbagai macam pengoperasian di tubuhku morat-marit. Sementara tak ada yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu merenovasi tubuhku. Kalau pun ada, ah mereka hanya ingin mencari muka pada dunia dan setelah itu mengeruk keuntungan dari bantuan yang telah mereka keluarkan. Lalu bagian dari mereka yang lain hanya bisa mengejek dan menghinaku. : Rasakan perbuatanmu sendiri. Bukankah cacat yang kau alami itu merupakan buah dari ulahmu ?! Itu yang mereka katakan padaku. Sampit…, kumohon padamu, hentikan semua itu !” Sambas, orang yang merasa pernah melakukan hal yang serupa seperti Sampit terus memperingati.
Sedangkan Sampit, yang selama ini dianggap pendiam oleh kawan-kawannya, telah berubah menjadi garang. Mereka, saudara-saudara Sampit, hanya bisa mendapatkan tubuh Sampit menjadi puing-puing dan mengeluarkan bau amis mayat serta genangan darah di mana-mana. Darah dari tubuh yang tergeletak tanpa kepala.
Sementara yang masih selamat, yang kini berada dalam tempat penampungan hanya bisa pasrah dan berdoa. Perlawanan adalah hal yang sia-sia. Hanya beberapa yang berani melakukan perlawanan, itu pun mereka yang sudah tak punya tujuan hidup atau pun mereka yang mempunyai rasa cinta yang teramat tinggi terhadap golongannya. Sedangkan yang lain sibuk mengumpulkan air mata, dimasukkan ke dalam gelas untuk diminum kembali sebagai persiapan kalau-kalau air mata itu harus mengalir lagi. Diminum lagi mengalir lagi, begitu terus menerus entah sampai kapan.
Oleh Sampit mereka yang masuk hanya dianggap bakteri. Mungkin benar, bahwa ada yang menjadi bakteri bagi Sampit, tapi itu hanya sebagain kecil dari mereka. Sedangkan mereka yang lain, yang datang dengan penuh kedamaian juga cinta kasih harus merasakan akibatnya. Namun tak satu tempat pun yang bisa dijadikan tujuan untuk mengadu yang diharapkan banyak membantu. Kemana-mana mereka melakukan pengaduan. Tapi harapan hanya berupa harapan yang kemudian terbang bersama angin kematian
Hari ini Sampit mungin boleh tertawa karena dia merasa telah berhasil membakar dirinya sendiri dan menjadikan tubuhnya sebuah lukisan yang sangat mengerikan bersama aroma bangkai yang menghancurkan setiap hidung yang menciumnya. Tapi besok, ketika semuanya telah menjadi sejarah. Tak satu pun yang dapat mengetahui kondisi tubuh Sampit. Keperkasaannya hari ini kemungkinan akan berakhir dengan penyakit yang berkepanjangan seperti yang dialami sahabat-sahabatnya terdahulu yang juga melakukan hal dan kesombonngan yang sama. Sombong terhadap orang-orang yang ingin berteduh dan merasakan sejuknya aliran sungai dan merdunya nyanyian dedauanan di hutan. Mereka cacat dan tak tau kapan cacat itu akan sembuh. Jasmani dan rohani saudara-saudara Sampit sangat merasakan duka. Sementara permohonan bantuan hanya dibalas cibiran bibir dari para tetangga yang lain. Kalau pun ada bantuan mungkin datang dengan rasa yang sangat tidak ikhlas dan suatu saat bantuan itu akan dikalkulasikan lalu akan ditagih kembali yang pada akhirnya juga akan berakibat kerugian. Tak ada yang dapat dibanggakan dari kesombongan.
Kepada saudara kami yang sedang terbakar. Sampit.
Kami mohon maaf telah menanyakan kabar tentang dirimu kemarin. Sebab engkau tidak menanggapinya dengan positif. Kami tidak bisa sepenuhnya menyalahkan dirimu. Karena di balik dedaunan, kami mendengar derai tawa mereka yang selama ini bersembunyi di celah pantat kami. Kini, ketika kami berusaha mencari mereka, mereka telah hilang. Dan kemungkinan saat ini mereka telah berada di telingamu dan terus mengipas-ngipasi tubuhmu yang terbakar hingga terus terbakar. Setelah itu mereka akan terbahak-bahak sambil menikmati sedapnya teh di belakang meja.
Maafkan kami, teriring salam dan doa dari senja yang tenggelam di sebelah baratmu.
Saudaramu
Pontianak-Sambas-beserta mereka yang lain
Yang mengalami hal serupa seperti dirimu.


Surat itu datang pagi-pagi sekali ketika sampit sibuk membakar dirinya sendiri. Ia tak sempat membacanya. Melainkan cuma meletakkannya di atas meja bersama segelas kopi yang tak sempat diminumnya kemarin. Untuk akhirnya surat itu terbang terbawa angin dan melekat di tubuh Sampit yang sedang terbakar. Hangus dan amis.

Jogjakarta, Februari 2001

mainan untuk anak daliman Daliman

Daliman mulai bingung dan sedikit kecewa. Upacara khitanan anaknya tidak berlangsung seperti apa yang diharapkan. Tamu undangan cuma sedikit yang hadir dan amplop yang terkumpul, ternyata tidak bisa menutupi biaya yang telah dikeluarkannya demi suksesnya hajatan tersebut.
Betapa Daliman tidak bingung, sebelum hajat khitanan, ia pernah berjanji pada Tarjimin, anaknya, akan membelikannya mobil-mobilan yang bisa berjalan sendiri dengan tinggal memencet remot kontrol. Seperti yang dimiliki Bondan, anak pak Haji Sutikno. Mungkin barang yang jarang dimiliki oleh anak seumuran Tarji tersebut, jika bisa diturutinya akan merupakan kebanggaan tersendiri baginya sebagai orang tua.
Tapi apa mau dikata. Apa yang sudah direncanakan ternyata meleset seratus delapan puluh derajat. Daliman bukan malah mendapatkan laba dari hajatan tersebut tetapi malah kerugian yang menimpa. Para tamu undangan banyak yang kurang ajar.
Padahal perhitungan Daliman sudah boleh dikatakan matang. Ia keluarkan biaya sesedikit mungkin untuk hajat khitanan anaknya ini. Ia tidak repot-repot mengundang para pemuda desa untuk mengerjakan tarup di depan rumahnya. Karena akan menghabiskan banyak batang bambu dan akan menyesaki halaman rumahnya yang kecil. Lagi pula konsekuensinya, seandainya memasang tarup, undangan yang hadir harus lebih banyak. Melainkan ia cukup membuka sekat pembatas rumahnya yang terbuat dari triplek, sehingga ruang tamu dan ruang tengah bisa jadi satu dan dapat dijadikan tempat upacara khitanan.
Daliman tidak memerlukan acara yang macam-macam, cukup memanggil tukang khitan kampung dengan bayaran beras tiga kilo dan tembako lengkap dengan cengkeh serta kertas rokoknya, ditambahi sedikit menyan sebagai penyedap. Kemudian tidak usah menanggap wayang, ketoprak atau campursari, dangdutan, kasidahan atau apalah namanya. Asal ada kasetnya, distel dengan suara apa adanya, semua sudah beres. Tidak memerlukan banyak biaya untuk semua itu.
Biaya yang tidak bisa dipungkiri banyaknya ialah biaya untuk suguhan para tamu undangan. Makan, minum, rokok, panganan ringan dan sebagainya. Demi penghematan Daliman tidak mengundang banyak orang. Cukup kerabat dekat, para tetangga di sekitar rumah dan beberapa orang dari kampung sebelah. Itu pun mereka yang pada waktu sebelumnya pernah megundang Daliman pada hajatan seperti ini.
Daliman punya catatan beberapa banyak uang, beras dan minyak kelapa yang telah ia keluarkan ketika ia menghadiri hajatan orang yang pernah mengundangnya. Jadi, dengan perhitungan yang cermat, berdasarkan jumlah rupiah yang ada dalam catatannya tersebut, dengan hajatan khitanan anaknya kali ini, ia yakin pasti memperoleh uang yang sama atau bahkan bisa lebih banyak.
Di sinilah kekecewaan yang bercampur amarah dari Daliman muncul. Ternyata para undangan banyak yang kurang ajar. Yang dulu ia kasih uang lima ribu rupiah sekarang hanya memberi seribu lima ratus sampai dua ribu rupiah. Yang dulu ia kasih beras satu kilo sekarang cuma membawakan setengah kilo. Bahkan ada yang lebih kurang ajar lagi. Datang tanpa membawa apa-apa, ikut makan dan minum serta bercanda bersama para tetangga yang lain, lalu pulangnya mengantongi rokok yang tersedia dalam gelas beberapa batang.
“Apa itu namanya tidak kurang ajar !” Daliman misuh-misuh. Kerugian yang menimpanya kira-kira sebesar seratus lima puluh ribu rupiah. Tertundalah niatnya membelikan mobil kontrol buat anaknya. Sedang si Tarji, semakin hari terus merengek-rengek sebab jahitan di manuknya belum juga kering dan mobil kontrolnya tak juga datang. Hal yang lain, para tetangga yang diutangi Daliman satu demi satu sudah mulai menangih
“Sudahlah kang, kita tunggu kiriman dari Harsono saja. Sebentar lagi kan awal bulan. Besok aku kirim surat ke kota, ora mungkin anak kita mbarep itu tidak mau membantu.” Kata istri Daliman coba menenangkan suaminya yang sedari tadi belum juga berhenti muring-muring.
“Apa… mengharapkan anak kita mbarep?” Daliman malah kelihatan semakin murka, “Heh, kamu tau. Di kota anak kita itu ngapain?”
“Kerja.”
“Guoblok…! Si Harso, anak kesayanganmu itu enam bulan pertama memang rutin mengirimkan kita duit. Itu karena ia masih bekerja sebagai buruh pabrik sepatu di kota. Tapi ketika di pabrik tempat ia bekerja ada masalah yang berkaitan dengan upah para buruh yang tidak mencukupi. Ia menggalang kawan-kawannya untuk berdemonstrasi menuntut upah yang layak. Akibatnya ia dan beberapa orang yang dianggap otak dari peristiwa itu dipecat dengan tidak hormat.” Istri Daliman terperangah seolah-olah tak percaya. Daliman sendiri terus nyerocos.
“Kalaupun dia beberapa kali ada mengirimkkan uangnya, itu karena dia menang judi dan lagi tidak bernafsu main perempuan serta mabuk-mabukan.”
“Dari mana kakang tau semua itu?”
“Kamu masih ingat tiga bulan yang lalu, ketika aku mengunjungi Harsono di kota, ia menceritakan semuanya. Bahkan aku sempat diajaknya bermain judi bersama konco-konconya, ndilalah menang lalu aku pun bisa membawakanmu oleh-oleh dari kota.”
“Kenapa kakang tidak meceritakannya kepadaku dari dulu ?” Istri Daliman mulai menangis.
“Apa aku tega melihatmu menangis terus-menerus melihat keadaan anak kita seperti itu ?!” Melihat istrinya menangis Daliman malah semakin marah.
“Ya sudah, kalau begitu nanti biar aku yang menghibur Tarjimin.” Istri Daliman sesegukan.
“Apa…, menghibur ? Heh, Tarji itu anak kecil. Kau hibur seperti apa pun dia akan tetap merengek-rengek minta dibelikan mobil kontrol.”
Belum lama Daliman berkata demikian, dari dalam kamar terdengar suara Tarji memanggil-manggil sambil menangis. “Pak… Mbok… perih…” Mungkin Jahitan di manuk Tarji tidak begitu sempurna. Kedua suami istri itu pun tak melanjutkan lagi pertengkarannya, selain hanya bisa terdiam dan tetap bingung.
Beberapa hari Daliman tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan hanya marah-marah. Sedang istri dan anaknya terus menangis. Tetapi kemudian Daliman punya rencana. Suatu malam, ketika semua orang sedang sibuk dengan mimpinya masing-masing, Daliman keluar rumah sendirian. Gerimis rintik-rintik, angin bertiup sedikit kencang. Para petugas ronda kampung malas untuk keliling. Mereka lebih senang mengerubuti tubuhnya dengan sarung lalu mendengkur ditemani dengung nyamuk yang mengelilingi telinga.
Daliman mengendap-endap, membuka pagar bambu rumah pak Narto, nyaris tanpa suara. Berbekal linggis pendek ia pun berhasil mencongkel jendela rumah tersebut.
Paginya warga kampung dihebohkan dengan berita hilangnya televisi empat belas inch milik pak Narto. Semua saling bertanya-tanya. Daliman tidak kelihatan.
“Kang Daliman ke mana Mbak ?” Tanya Surip kepada istri Daliman.
“Selepas adzan subuh dia berangkat ke kota, katanya mau membelikan mobil kontrol buat si Tarji.”
***
Sorenya Daliman pulang. Wajahnya biru lebam sepertinya habis dipukuli. Istrinya panik, Tarjimin masih menangis. Luka di manuknya semakin parah.
“Kenapa denganmu Kang ?”
“Tadi pulang dari pasar, habis beli mobil buat Tarji aku dicegat rombongan gali. Mereka memaksaku untuk menyerahkan semua uang dan barang yang kubawa, aku mencoba melawan, dan….” Daliman tak sanggup lagi berkata-kata. Ia roboh. Pingsan. Istrinya berteriak keras. Ikut-ikutan pingsan. Tarjimin masih menangis.

Sentul Rejo, April 2002

MUNCULNYA DAJJAL DAN MERAJALELANYA DI DUNIA.

Sebagaimana diterangkan dalam Hadits, Dajjal akan menjelajahi seluruh dunia:
"Tak ada satu tempat pun di dunia yang tidak diinjak dan dilalui oleh Dajjal".

Hadits lain menerangkan bahwa Dajjal mengucapkan kata-kata sbb:
"Tak ada satu tempat tinggalpun yang tak aku masuki."

Ini bukan saja menunjukkan penglihatan Nabi SAW yang luar biasa, melainkan pula menunjukkan bahwa Dajjal bukanlah nama orang, melainkan suatu bangsa atau segolongan bangsa, yang anggotanya tersebar di tiap-tiap tempat di dunia. Karena jika Dajjal itu orang satu, niscaya ia tidak dapat melaksanakan segala sesuatu yang diramalkan oleh Nabi SAW, sekalipun ia dapat bergerak secepat kilat. Tidak mungkin orang satu dapat membawa sorga dan neraka ke seluruh dunia, lalu membuat pengumuman di mana-mana dan memberi ganjaran kepada orang yang menerimanya, dan memberi siksaan kepada orang yang menolaknya, dan tak satu tempat tinggal pun yang tak dikunjunginya.

Semua pekerjaan ini tak mungkin dilakukan oleh satu orang. Bukan mengenai masalah kecepatan saja, melainkan menyangkut pula beberapa masalah, misalnya dengan cara bagaimana supaya orang-orang mau mengikuti dia dan bagaimana cara memberikan ganjaran dan siksaan. Padahal semua ini harus ia lakukan di tiap-tiap kota dan desa; dan betapapun singkatnya waktu yang ia butuhkan untuk manjalankan penyiaran dan segala tetek-bengek, namun pekerjaan dan perjalanan dari tempat satu ke tempat lain pasti memakan waktu.

Seandainya di tiap-tiap tempat hanya diperlukan satu jam saja, maka untuk mengelilingi 700.000 desa di India saja, ia memerlukan waktu seratus tahun. Dengan demikian ia memerlukan waktu beribu-ribu tahun untuk dapat mengelilingi segala tempat di dunia. Akan tetapi jika semua pekerjaan itu dilakukan oleh suatu bangsa, maka pelaksanaan itu semua bukan saja masuk akal dan dapat dipikul oleh tenaga manusia, melainkan pula fakta-faktanya sudah kami saksikan dengan mata kepala sendiri; dan ini sekaligus menunjukkan tajamnya penglihatan rohani Nabi Muhammad SAW.

Di satu fihak, kami melihat cepatnya gerakan bangsa-bangsa Eropa; jangankan empat puluh hari, beberapa hari saja sudah cukup bagi mereka untuk mengelilingi dunia. Di lain fihak kami menyaksikan mereka mendatangi dan menguasai tiap-tiap tempat di dunia. Jika pada suatu saat, orang amat terkesan oleh gunung-gunung roti yang dibawa oleh mereka, pada saat yang lain, orang amat tercengang menyaksikan kehidupan yang serba mewah.

Jika pada suatu saat orang melihat bagaimana mereka mengolah kekayaan alam, pada saat yang lain, orang melihat kejanggalan sistim pendidikan mereka yang menyebabkan bejatnya moral dan sikap acuh-tak-acuh terhadap agama sendiri. Jika di satu tempat mereka mendapat simpati karena baiknya pelayanan rumah sakit mereka, di lain tempat mereka menjalankan ilmu kebatinan.

Singkatnya, jika semua pekerjaan itu dilakukan oleh suatu bangsa atau segolongan bangsa, segala sesuatunya menjadi terang dan masuk akal. Akan tetapi jika semua pekerjaan itu dilakukan oleh satu orang, segala sesuatunya akan membingungkan. Misalnya, ramalan bahwa Dajjal akan mengelilingi dan menguasai seluruh dunia. Jika ramalan ini diterapkan kepada satu orang, niscaya orang ini memerlukan bantuan berjuta-juta orang, untuk dapat menguasai sekalian bangsa di dunia. Akhirnya, yang memegang kekuasaan bukanlah satu orang, melainkan sejumlah besar manusia.

Bagaimanapun juga, ramalan bahwa Dajjal akan mendatangi tiap-tiap tempat dan menguasai seluruh dunia, sekarang sudah terpenuhi, dan kita menyaksikan itu dengan mata kepala sendiri, berupa penjajahan bangsa-bangsa Eropa dan merajalelanya di seluruh dunia. Sampai kapankah kita dapat menutup mata dan menunggu-nunggu datangnya Dajjal yang tidak akan timbul kecuali dalam khayalan saja, jika kita tidak mau mengakui kenyataan pahit yang kita hadapi sekarang ini?

Pengertian bahwa seorang Dajjal akan berada di tiap-tiap tempat di dunia dan menaklukkan dunia seorang diri, tak mungkin dapat dibayangkan oleh pikiran manusia, lebih-lebih oleh manusia zaman dahulu yaitu pada zaman Nabi SAW. Akan tetapi jika orang mau menggunakan pikiran yang sehat, orang pasti akan tahu bahwa pada dewasa ini tak ada satu tempat pun di dunia yang Dajjal tak menempati tempat itu.

Tak ada satu tempat pun, baik di hutan maupun di padang pasir, di kepulauan besar maupun di kepulauan kecil, di lembah maupun di gunung yang tak dimasuki oleh Dajjal. Orang yang amat bodoh tak dapat membayangkan bagaimana keadaan yang sebenarnya, tetapi kita melihat hal itu benar-benar terjadi di hadapan mata kita sendiri. Barang siapa mau melihat kejadian ini secara serius, orang pasti akan menundukkan kepala dengan penuh hormat dan kagum kepada Nabi SAW atas tajamnya penglihatan rohani beliau.

TEMPAT TINGGAL DAJAL PADA ZAMAN NABI

Sebuah Hadits menerangkan, bahwa pada suatu hari sehabis salat berjama'ah, Nabi Muhammad SAW menahan para Sahabat dan berkata sbb : "Tamim Dari, seorang Kristen yang memeluk Islam, ia menceritakan kepadaku tentang Dajjal, yang cocok dengan apa yang pernah aku ceritakan kepada kamu". Lalu beliau menceritakan ceritera Tamim Dari sbb :

"Pada suatu hari ia berlayar dengan beberapa orang dari kabilah Lakhm dan Judham. Setelah berlayar sebulan lamanya, mereka mendarat di sebuah pulau, dimana mereka berjumpa untuk pertama kali dengan seekor makhluk yang aneh, yang menamakan dirinya Jassassh (makna aslinya mata-mata). Jassasah memberitahukan kepada mereka tentang seorang laki-laki yang tinggal dalam Gereja. Kemudian mereka mengunjungi orang itu dalam Gereja, yang nampak seperti raksasa, yang tangannya diikat pada lehernya, dan kakinya diikat dengan rantai, dari lutut hingga mata-kaki. Mereka bercakap-cakap dengan orang ini, yang tiba-tiba ia bertanya kepada mereka tentang Nabi SAW, dan ia mengakhiri percakapannya dengan ucapan: 'Aku adalah Masihid Dajjal, dan aku berharap semoga aku segera dibebaskan, lalu aku dapat menjelajahi seluruh dunia, kecuali Makkah dan Madinah".

Satu hal yang sudah pasti ialah bahwa seluruh ceritera ini bukanlah kejadian biasa, melainkan sebuah visiun (ru'yah). Adapun bukti bahwa kejadian itu terjadi dalam ru'yah ialah adanya kenyataan bahwa Dajjal bertanya kepada mereka sbb: "Ceriterakanlah kepadaku tentang Nabi bangsa Ummi (bangsa Arab), apakah yang ia kerjakan".

Pertanyaan mereka dijawab sbb: "Beliau meninggalkan Makkah dan sampai di Madinah". Dalam Hadits lain, Dajjal diriwayatkan bertanya sbb: "Orang ini yang muncul di antara kamu, apakah yang ia kerjakan?" (Kanzul-Ummal jilid VII, hal 2024).

Bagaimana mungkin Dajjal tahu bahwa Nabi bangsa Arab telah muncul? Apakah Dajjal telah menerima wahyu? Sudah barang tentu tidak. Dan pula tak mungkin bahwa ini adalah perkara terkaan.

Kejadian-kejadian lain yang diceriterakan dalam Hadits ini, semuanya menguatkan pendapat bahwa ini terjadi dalam ru'yah. Misalnya, siapakah yang mengikat tangan Dajjal pada lehernya? Siapakah yang mengikat kakinya dengan rantai? Bolehkah kami mengira bahwa Dajjal dilahirkan dalam keadaan demikian? Mengapa jassasah tidak melepas rantai Dajjal? Segala persoalan yang rumit ini hanya dapat dipecahkan apabila kami menganggap ceritera ini berasal dari ru'yah Tamim Dari.

Segala sesuatu yang diketahui oleh Nabi Suci yang berhubungan dengan masalah ini juga berlandaskan ru'yah. Allah tak pernah membawa beliau ke sebuah pulau, dan menyuruh beliau melihat Dajjal dengan mata-kepala sendiri. Sebaliknya, hanya melalui ru'yah sajalah, beliau melihat sifat-sifat Dajjal. Beliau menyajikan ru'yah Tamim Dari ini, sekedar untuk memperkuat apa yang diketahui oleh beliau dalam ru'yah sebagaimana beliau menceriterakan juga impian para Sahabat lainnya. Hadits ini memberi petunjuk kepada kita, di mana tempat-tinggal Dajjal :

1. Ia bertinggal di sebuah pulau.
2. Letak pulau ini sejauh satu bulan pelayaran dari Syria.

Masih ada satu lagi yang orang dapat ketahui dari Hadits ini, yakni, bahwa pada zaman Nabi, Dajjal sudah ada, tetapi ia belum diizinkan keluar. Hal ini akan kami uraikan nanti dengan panjang-lebar.

Dua catatan tersebut di atas memberi petunjuk seterang-terangnya akan tempat-tinggal Dajjal. Sudah terang bahwa Eropa didiami pula oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bangsa Inggris mempunyai kekuasaan dan kebesaran yang tak pernah jatuh di tangan bangsa lain di benua itu. Itulah sebabnya mengapa benua Barat disebutkan secara khusus sebagai tempat-tinggal Dajjal.

KISAH NABI HUD A.S

"Aad" adalah nama bapa suatu suku yang hidup di jazirah Arab di suatu tempat bernama "Al-Ahqaf" terletak di utara Hadramaut atr Yaman dan Umman dan termasuk suku yang tertua sesudak kaum Nabi Nuh serta terkenal dengan kekuatan jasmani dalam bentuk tubuh-tubuh yang besar dan sasa. Mereka dikurniai oleh Allah tanah yang subur dengan sumber-sumber airnya yang mengalir dari segala penjuru sehinggakan memudahkan mereka bercucuk tanam untuk bhn makanan mrk. dan memperindah tempat tinggal mereka dengan kebun-kebun bunga yang indah-indah. Berkat kurnia Tuhan itu mereka hidup menjadi makmur, sejahtera dan bahagia serta dalam waktu yang singkat mereka berkembang biak dan menjadi suku yang terbesar diantara suku-suku yang hidup di sekelilingnya.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh kaum Hud ialah suku Aad ini adalah penghidupan rohaninya tidak mengenal Allah Yang Maha Kuasa Pencipta alam semesta. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama " Shamud" dan " Alhattar" dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaan mereka dpt memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris dan Nabi Nuh sudah tidak berbekas dalam hati, jiwa serta cara hidup mereka sehari-hari. Kenikmatan hidup yang mereka sedang tenggelam di dalamnya berkat tanah yang subur dan menghasilkan yang melimpah ruah menurut anggapan mereka adalah kurniaan dan pemberian kedua berhala mereka yang mereka sembah. Karenanya mereka tidak putus-putus sujud kepada kedua berhala itu mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Sebagai akibat dan buah dari aqidah yang sesat itu pergaulan hidup mereka menjadi dikuasai oleh tuntutan dan pimpinan Iblis, di mana nilai-nilai moral dan akhlak tidak menjadi dasar penimbangan atau kelakuan dan tindak-tanduk seseorang tetapi kebendaan dan kekuatan lahiriahlah yang menonjol sehingga timbul kerusuhan dan tindakan sewenang-wenang di dalam masyarakat di mana yang kuat menindas yang lemah yang besar memperkosa yang kecil dan yang berkuasa memeras yang di bawahnya. Sifat-sifat sombong, congkak, iri-hati, dengki, hasut dan benci-membenci yang didorong oleh hawa nafsu merajalela dan menguasai penghidupan mereka sehingga tidak memberi tempat kepada sifat-sifat belas kasihan, sayang menyayang, jujur, amanat dan rendah hati. Demikianlah gambaran masyarakat suku Aad tatkala Allah mengutuskan Nabi Hud sebagai nabi dan rasul kepada mereka.

Nabi Hud Berdakwah Di Tengah-tengah Sukunya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam Ke bumi bahawa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalanlurus dan benar dan mencuci bersih jiwa manusiadari segala tahayul dan syirik menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang sesuia dengan fitrah.

Demikianlah maka kepada suku Aad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenalkan Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuskan kepada mereka Nabi Hud seorang drp suku mereka sendiri dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik budi pekerti yang luhur dan sgt bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya.
Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekeliling mereka dan bahawa Allahlah yang mencipta mereka semua dan mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah yang subur, air yang mengalir serta tubuh-tubuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka perbuat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang sewaktunya dpt mereka hancurkan sendiri dan memusnahkannya dari pandangan.

Di terangkan oleh Nabi Hud bahaw adia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar beriman kepada Allah yang menciptakan mereka menghidup dan mematikan mereka memberi rezeki atau mencabutnya drp mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahawa jika mrk tetap menutup telinga dan mata mrk menghadapi ajakan dan dakwahnya mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh seraya bertahan pada pendirian dan kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja itu.

Bagi kaum Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mrk dengar ataupun menduga. Mereka melihat bahawa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah sama sekali cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa hairan bahawa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dpt dimengertikan dan diterima oleh akal fikiran mereka. Dengan serta-merta ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Berkatalah kaum Aad kepada Nabi Hud:"Wahai Hud! Ajaran dan agama apakah yang engkau hendak anjurkan kepada kami? Engkau ingin agar kami meninggalkan persembahan kami kepada tuhan-tuhan kami yang berkuasa ini dan menyembah tuhan mu yang tidak dpt kami jangkau dengan pancaindera kami dan tuhan yang menurut kata kamu tidak bersekutu. Cara persembahan yang kami lakukan ini ialah yang telah kami warisi dari nenek moyang kami dan tidak sesekali kami tidak akan meninggalkannya bahkan sebaliknya engkaulah yang seharusnya kembali kepada aturan nenek moyangmu dan jgn mencederai kepercayaan dan agama mereka dengan memebawa suatu agama baru yang tidak kenal oleh mereka dan tentu tidak akan direstuinya."

Wahai kaumku! jawab Nabi Hud,Sesungguhnya Tuhan yang aku serukan ini kepada kamu untuk menyembah-Nya walaupun kamu tidak dpt menjangkau-Nya dengan pancainderamu namun kamu dpt melihat dam merasakan wujudnya dalam diri kamu sendiri sebagai ciptaannya dan dalam alam semesta yang mengelilingimu beberapa langit dengan matahari bulan dan bintang-bintangnya bumi dengan gunung-ganangnya sungai tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang kesemuanya dpt bermanfaat bagi kamu sebagai manusia. Dan menjadi kamu dpt menikmati kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Tuhan itulah yang harus kamu sembah dan menundukkan kepala kamu kepada-Nya.Tuhan Yang Maha Esa tiada bersekutu tidak beranak dan diperanakan yang walaupun kamu tidak dpt menjangkau-Nya dengan pancainderamu, Dia dekat drp kamu mengetahui segala gerak-geri dan tingkah lakumu mengetahui isi hati mu denyut jantungmu dan jalan fikiranmu. Tuhan itulah yang harus disembah oleh manusia dengan kepercayaan penuh kepada Keesaan-Nya dan kekuasaan-Nya dan bukan patung-patung yang kamu perbuat pahat dan ukir dengan tangan kamu sendiri kemudian kamu sembah sebagai tuhan padahal ia suatu barang yang pasif tidak dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan atau merugikan kamu. Alangkah bodohnya dan dangkalnya fikiranmu jika kamu tetap mempertahankan agamamu yang sesat itu dan menolak ajaran dan agama yang telah diwahyukan kepadaku oleh Allah Tuhan Yang Maha Esa itu."
Wahai Hud! jawab kaumnya,"Gerangan apakah yang menjadikan engkau berpandangan dan berfikiran lain drp yang sudah menjadi pegangan hidup kami sejak dahulu kala dan menjadikan engkau meninggalkan agama nenek moyangmu sendiri bahkan sehingga engkau menghina dan merendahkan martabat tuhan-tuhan kami dan memperbodohkan kami dan menganggap kami berakal sempit dan berfikiran dangkal? Engkau mengaku bahwa engkau terpilih menjadi rasul pesuruh oleh Tuhanmu untuk membawa agama dan kepercayaan baru kepada kami dan mengajak kami keluar dari jalan yang sesat menurut pengakuanmu ke jalan yang benar dan lurus. Kami merasa hairan dan tidak dpt menerima oleh akal kami sendiri bahwa engkau telah dipilih menjadi pesuruh Tuhan. Apakah kelebihan kamu di atas seseorang drp kami , engkau tidak lebih tidak kurang adalah seorang manusia biasa seperti kami hidup makan minum dan tidur tiada bedanya dengan kami, mengapa engkau yang dipilih oleh Tuhanmu? Sungguh engkau menurut anggapan kami seorang pendusta besar atau mungkin engkau berfikiran tidak sihat terkena kutukan tuhan-tuhan kami yang selalu engkau eje hina dan cemuhkan."

Wahai kaumku! jawab Nabi Hud, "aku bukanlah seorang pendusta dan fikiran ku tetap waras dan sihat tidak krg sesuatu pun dan ketahuilah bahwa patung-patungmu yang kamu pertuhankan itu tidak dpt mendatangkan sesuatu gangguan atau penyakit bagi bandaku atau fikiranku. Kamu kenal aku, sejak lama aku hidup di tengah-tengah kamu bahawa aku tidak pernah berdusta dan bercakap bohong dan sepanjang pergaulanku dengan kamu tidak pernah terlihat pd diriku tanda-tanda ketidak wajaran perlakuanku atau tanda-tanda yang meragukan kewarasan fikiranku dan kesempurnaan akalku. Aku adalah benar pesuruh Allah yang diberi amanat untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah tersesat kemasukan pengaruh ajaran Iblis dan sudah jauh menyimpang dari jalan yang benar yang diajar oleh nabi-nabi yang terdahulu karena Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya terlalu lama terlantar dalam kesesatan dan hidup dalam kegelapan tanpa diutuskan seorang rasul yang menuntun mereka ke jalan yang benar dan penghidupan yang diredhai-Nya. Maka percayalah kamu kepada ku gunakanlah akal fikiran kamu berimanlah dan bersujudlah kepada Allah Tuhan seru sekalian alam Tuhan yang menciptakan kamu menciptakan langit dan bumi menurunkan hujan bagi menyuburkan tanah ladangmu, menumbuhkan tumbuh0tumbuhan bagi meneruskan hidupmu. Bersembahlah kepada-Nya dan mohonlah ampun atas segala perbuatan salah dan tindakan sesatmu, agar Dia menambah rezekimu dan kemakmuran hidupmu dan terhindarlah kamu dari azab dunia sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Nuh dan kelak azab di akhirat. Ketahiulah bahawa kamu akan dibangkitkan kembali kelak dari kubur kamu dan dimintai bertanggungjawab atas segala perbuatan kamu di dunia ini dan diberi ganjaran sesuai dengan amalanmu yang baik dan soleh mendpt ganjaran baik dan yang hina dan buruk akan diganjarkan dengan api neraka. Aku hanya menyampaikannya risalah Allah kepada kamu dan dengan ini telah memperingati kamu akan akibat yang akan menimpa kepada dirimu jika kamu tetap mengingkari kebenaran dakwahku."

Kaum Aad menjawab: " Kami bertambah yakin dan tidak ragu lagi bahawa engkau telah mendpt kutukan tuhan-tuhan kami sehingga menyebabkan fikiran kamu kacau dan akalmu berubah menjadi sinting. Engkau telah mengucapkan kata-kata yang tidak masuk akal bahwa jika kami mengikuti agamamu, akan bertambah rezeki dan kemakmuran hidup kami dan bahawa kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami dan menerima segala ganjaran atas segala amalan kami.Adakah mungkin kami akan dibangkitkan kembali dari kubur kami setelah kami mati dan menjadi tulang-belulang. Dan apakah azab dan seksaan yang engkau selalu menakut-nakuti kami dan mengancamkannya kepada kami? Semua ini kami anggap kosong dan ancaman kosong belaka. Ketahuilah bahwa kami tidak akan menyerah kepadamu dan mengikuti ajaranmu karena bayangan azab dan seksa yang engkau bayang-bayangkannya kepada kami bahkan kami menentang kepadamu datangkanlah apa yang engkau janjikan dan ancamkan itu jika engkau betul-betul benar dalam kata-katamu dan bukan seorang pendusta."

Baiklah! jawab Nabi Hud," Jika kamu meragukan kebenaran kata-kataku dan tetap berkeras kepala tidak menghiraukan dakwahku dan meninggalkan persembahanmu kepada berhala-berhala itu maka tunggulah saat tibanya pembalasan Tuhan di mana kamu tidak akan dpt melepaskan diri dari bencananya. Allah menjadi saksiku bahwa aku telah menyampaikan risalah-Nya dengan sepenuh tenagaku kepada mu dan akan tetap berusaha sepanjang hayat kandung bandaku memberi penerangan dan tuntunan kepada jalan yang baik yang telah digariskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya."

Pembalasan Allah Atas Kaum Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat.Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mrk terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.

Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang akan datang.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Syaaban pada setiap tahun.

Kisah Nabi Hud Dalam Al-Quran

Kisah Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat 50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah " Al-Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah " ayat 6 ,7 dan 8.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.

Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus yang menunjukkan bahawa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau kesabaran.

Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengata:"
Aku tidak gila dan bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu terhindar dan selamat dari azab dan seksaan Allah di dunia mahupun di akhirat."

Dalam berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetok hati nurani mereka dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan akal dan fikiran yang sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka namun hidayah iu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.

KISAH NABI NUH A.S

Nabi Nuh adalah nabi keempat sesudah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris.


Dakwah Nabi Nuh Kepada Kaumnya

Nabi Nuh menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa "fatrah" masa kekosongan di antara dua rasul di mana biasanya manusia secara beransur-ansur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh nabi yang meninggalkan mereka dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.
Demikianlah maka kaum Nabi Nuh tidak luput dari proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh datang di tengah-tengah mereka, mereka sedang menyembah berhala ialah patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan.berhala-berhala yang dipertuhankan dan menurut kepercayaan mereka mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib ke atas manusia itu diberinya nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan mereka.Kadang-kadang mereka namakan berhala mereka " Wadd " dan " Suwa " kadangkala " Yaguts " dan bila sudah bosan digantinya dengan nama " Yatuq " dan " Nasr ".

Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak mereka meninggalkan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid menyembah Allah Tuhan sekalian alam melakukan ajaran-ajaran agama yang diwahyukan kepadanya serta meninggalkan kemungkaran dan kemaksiatan yang diajarkan oleh Syaitan dan Iblis.
Nabi Nuh menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang diciptakan oleh Allah berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang yang menghiasinya, bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya, berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir yang memberi kenikmatan hidup kepada manusia, pengantian malam menjadi siang dan sebaliknya yang kesemua itu menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang harus disembah dan bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.Di samping itu Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka bahwa akan ada gajaran yang akan diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia iaitu syurga bagi amalan kebajikan dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa kemungkaran dan kemaksiatan.

Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam tindak-tanduknya melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau mematahkannya.

Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tanaganya berdakwah kepda kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecekapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang mahupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka terbyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dpt menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang Mereka pun terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan tingi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha dengan mengadakan persekongkolan hendak melumpuhkan dan mengagalkan usaha dakwah Nabi nuh.

Berkata mereka kepada Nabi Nuh:"Bukankah engkau hanya seorang daripada kami dan tidak berbeda drp kami sebagai manusia biasa. Jikalau betul Allah akan mengutuskan seorang rasul yang membawa perintah-Nya, nescaya Ia akan mengutuskan seorang malaikat yang patut kami dengarkan kata-katanya dan kami ikuti ajakannya dan bukan manusia biasa seperti engkau hanya dpt diikuti orang-orang rendah kedudukan sosialnya seperti para buruh petani orang-orang yang tidak berpenghasilan yang bagi kami mereka seperti sampah masyarakat.Pengikut-pengikutmu itu adalah orang-orang yang tidak mempunyai daya fikiran dan ketajaman otak, mereka mengikutimu secara buta tuli tanpa memikirkan dan menimbangkan masak-masak benar atau tidaknya dakwah dan ajakanmu itu. Cuba agama yang engkau bawa dan ajaran -ajaran yang engkau sadurkan kepada kami itu betul-betul benar, nescaya kamilah dulu mengikutimu dan bukannya orang-orang yang mengemis pengikut-pengikutmu itu. kami sebagai pemuka-pemuka masyarakat yang pandai berfikir, memiliki kecerdasan otak dan pandangan yang luas dan yang dipandang masyarakat sebagai pemimpin-pemimpinnya, tidaklah mudak kami menerima ajakanmu dan dakwahmu.Engkau tidak mempunyai kelebihan di atas kami tentang soaL-soal kemasyarakatan dan pergaulan hidup.kami jauh lebih pandai dan lebih mengetahui drpmu tentang hal itu semua.nya.Anggapan kami terhadapmu, tidak lain dan tidak bukan, bahawa engkau adalh pendusta belaka."

Nuh berkata, menjawab ejekan dan olok-olokan kaumnya:"Adakah engkau mengira bahwa aku dpt memaksa kamu mengikuti ajaranku atau mengira bahwa aku mempunyai kekuasaan untuk menjadikan kamu orang-orang yang beriman jika kamu tetap menolak ajakan ku dan tetap membuta-tuli terhadap bukti-bukti kebenaran dakwahku dan tetap mempertahakan pendirianmu yang tersesat yang diilhamkan oleh kesombongan dan kecongkakan karena kedudukan dan harta-benda yang kamu miliki.Aku hanya seorang manusia yang mendpt amanat dan diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kamu. Jika kamu tetap berkeras kepala dan tidak mahu kembali ke jalan yang benar dan menerima agama Allah yang diutuskan-Nya kepada ku maka terserahlah kepada Allah untuk menentukan hukuman-Nya dan gajaran-Nya keatas diri kamu. Aku hanya pesuruh dan rasul-Nya yang diperintahkan untuk menyampaikan amanat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dialah yang berkuasa memberi hidayah kepadamu dan mengampuni dosamu atau menurunkan azab dan seksaan-Nya di atas kamu sekalian jika Ia kehendaki.Dialah pula yang berkuasa menurunkan seksa danazab-nya di dunia atau menangguhkannya sampai hari kemudian. Dialah Tuhan pencipta alam semesta ini, Maha Kuasa ,Maha Mengetahui, maha pengasih dan Maha Penyayang.".

Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata:"Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh dan hamaba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari pengaulanmu karena kami tidak dpt bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara hidup mereka dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan bagaimana kami dpt menerima satu agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin dan papa."

Nabi Nuh menolak pensyaratan kaumnya dan berkata:"Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai mahupun yang bodoh, yang kaya mahupun miskin, majikan ataupun buruh ,diantara peguasa dan rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama trehadap agama dan hukum Allah. Andai kata aku memenuhi pensyaratan kamu dan meluluskan keinginanmu menyingkirkan para pengikutku yang setia itu, maka siapakah yang dpt ku harapkan akan meneruskan dakwahku kepada orang ramai dan bagaimana aku sampai hati menjauhkan drpku orang-orang yang telah beriman dan menerima dakwahku dengan penuh keyakinan dan keikhlasan di kala kamu menolaknya serta mengingkarinya, orang-orang yang telah membantuku dalam tugasku di kala kamu menghalangi usahaku dan merintangi dakwahku. Dan bagaimanakah aku dpt mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada mereka terhadap Allah bila mereka mengadu bahawa aku telah membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada pensyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dpt diterima oleh akal dan fikiran yang sihat. Sesungguhnay kamu adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sihat.

Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka:"Wahai Nabi Nuh! Kita telah banyak bermujadalah dan berdebat dan cukup berdialog serta mendengar dakwahmu yang sudah menjemukan itu. Kami tetap tidak akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami. datangkanlah apa yang engkau benar-benar orang yang menepati janji dan kata-katanya. Kami ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih tetap belum mempercayaimu dan tetap meragukan dakwahmu."

Nabi Nuh Berputus Asa Dari Kaumnya

Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninmggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya, mangangkat darjat manusia yang tertindas dan lemah ke tingak yang sesuai dengan fitrah dan qudratnya dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan bongkak yang melekat pd para pembesar kaumnya dan medidik agar mereka berkasih sayang, tolong-menolong diantara sesama manusia. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil menyedarkan an menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman, bertauhid dan beribadat kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seramai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia mengharapkan akan dtg masanya di mana kaumnya akan sedar diri dan dtg mengakui kebenarannya dan kebenaran dakwahnya. Harapan Nabi Nuh akan kesedaran kaumnya ternyata makin hari makin berkurangan dan bahawa sinar iman dan takwa tidak akan menebus ke dalam hati mereka yang telah tertutup rapat oleh ajaran dan bisikan Iblis. Hal mana Nabi Nuh berupa berfirman Allah yang bermaksud:

"Sesungguhnya tidak akan seorang drp kaumnya mengikutimu dan beriman kecuali mereka yang telah mengikutimu dan beriman lebih dahulu, maka jgnlah engkau bersedih hati karena apa yang mereka perbuatkan."
Dengan penegasan firman Allah itu, lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru:"Ya Allah! Jgnlah Engkau biarkan seorang pun drp orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak yang kafir spt.mereka."

Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.

Nabi Nuh Membuat Kapal

Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bhn yang diperlukan untuk maksud tersebut, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dpt bekerja dengan tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembinaan kapalnya namun ia tidak luput dari ejekan dan cemuhan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja membina kapal itu. Mereka mengejek dan mengolok-olk dengan mengatakan:"Wahai Nuh! Sejak bila engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal?Bukankah engkau seorang nabi dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan pembuat kapal.Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air ini adalah maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang ankan menarik kapalmu ke laut?"Dan lain-lain kata ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan sikap dingin dan tersenyum seraya menjawab:"Baiklah tunggu saja saatnya nanti, jika kamu sekrg mengejek dan mengolok-olok kami maka akan tibalah masanya kelak bg kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal yang kami siapkan ini.Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas diri kamu."

Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah:"Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda drp-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa menggenangi daratan yang rendah mahupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.

Dengan iringan"Bismillah majraha wa mursaha"belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putera sulungnya yang bernama "Kan'aan" timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putera kandungnya yang berada dalam keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang.

Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil puteranya:Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman Allah." Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang menentang:"Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini."

Nuh menjawab:"Percayalah bahawa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya."
Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.

Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir tidak beriman dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah:"Ya Tuhanku, sesungguhnya puteraku itu adalah darah dagingku dan adalah bahagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalha janji benar dan Engkaulah Maha Hakim yang Maha Berkuasa."Kepadanya Allah berfirman:"Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu tidaklah termasuk keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu, melanggar perintahmu menolak dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang kafir drp kaummu.Coretlah namanya dari daftar keluargamu.Hanya mereka yang telah menerima dakwahmu mengikuti jalanmu dan beriman kepada-Ku dpt engkau masukkan dan golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungannya danterjamin keselamatan jiwanya.Adapun orang-orang yang mengingkari risalah mu, mendustakan dakwahmu dan telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis, pastilah mereka akan binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau mereka berada dipuncak gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan tentang sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh."

Nabi Nuh sedar segera setelah menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk puteranya sendiri. Ia sedar bahawa ia tersesat pd saat ia memanggil puteranya untuk menyelamatkannya dari bencana banjir yang didorong oleh perasaan naluri darah yang menghubungkannya dengan puteranya padahal sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga dan harta-benda. Ia sangat sesalkan kelalaian dan kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya dengan berseru:"Ya Tuhanku aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaitan yang terlaknat, ampunilah kelalaian dan kealpaanku sehingga aku menanyakan sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Ya Tuhanku bila Engkau tidak memberi ampun dan maghfirah serta menurunkan rahmat bagiku, nescaya aku menjadi orang yang rugi."

Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit " Judie " dengan iringan perintah Allah kepada Nabi Nuh:"Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat yang menyertaimu."

Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran

Al-Quran menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surah di antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surah "Hud" ayat 27 sehingga 48 yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan perintah pembuatan kapal serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh A.S.

Bahawasanya hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan drp hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya karena ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.

Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-Quran yang bermaksud:"Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara." Demikian pula hadis Rasulullah s.a.w.yang bermaksud:"Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri."Juga peribahasa yang berbunyi:
"Adakalanya engkau memperolehi seorang saudara yang tidak dilahirkan oleh ibumu."

Slideshow

Terima Kasih atas Kunjungan anda Lain Kali datng lagi ke sini dilihat